Sejarah: Asal Usul Nama Palestina
Nama “Palestina” kerap terdengar dalam berita, diskusi politik, bahkan doa-doa lintas agama. Namun tak banyak yang tahu bahwa nama ini memiliki sejarah panjang, melintasi ribuan tahun, kekaisaran demi kekaisaran, serta pertarungan identitas yang tak kunjung usai. Dari mana sebenarnya kata “Palestina” berasal?
Dari Bangsa Filistin
Asal-usul etimologis kata
"Palestina" dapat ditelusuri ke bangsa kuno yang disebut Filistin
(Philistines) kelompok bukan Semitik (bangsa timur tengah) yang menetap di wilayah pesisir
selatan tanah Kanaan sekitar abad ke-12 SM. Mereka kemungkinan berasal dari
wilayah Aegea (seperti Kreta atau Yunani kuno), dan dikenal sebagai bagian dari
kelompok besar migran Laut yang mengganggu kawasan Mediterania Timur kala itu.
Dalam Alkitab Ibrani, bangsa ini dikenal
sebagai P’lishtim (פְּלִשְׁתִּים), dan mereka sering disebut sebagai musuh bebuyutan bangsa
Israel. Kota-kota seperti Gaza, Ashkelon, dan Ashdod menjadi pusat kekuasaan
mereka. Namun pada akhirnya, keberadaan politik dan budaya Filistin lenyap,
terutama setelah ditaklukkan oleh Babilonia dan kemudian Kekaisaran Persia.
Strategi Politik Romawi
Ratusan tahun kemudian, pada masa Kekaisaran
Romawi, nama Palaestina muncul secara resmi. Setelah pemberontakan besar
bangsa Yahudi melawan Kekaisaran Romawi (Bar Kokhba, 132–135 M), Kaisar Hadrian
memutuskan untuk menghapus jejak identitas Yahudi dari wilayah tersebut.
Ia mengganti nama provinsi Judea menjadi Syria Palaestina, sebuah
keputusan politik yang sarat makna bagi Romawi.
Dengan menggunakan nama musuh historis
bangsa Yahudi — bangsa Filistin — maka Kaisar Hadrian ingin menutup klaim
Yahudi atas tanah tersebut. Pilihan ini bukan semata nama geografis, melainkan
bentuk penghinaan simbolik terhadap Yahudi dan strategi penyeragaman kaum
imperialistik Romawi.
Nama yang Bertahan
Meski bangsa Filistin telah lama lenyap, nama
"Palestina" terus bertahan dan digunakan oleh berbagai kekuasaan
berikutnya, termasuk Bizantium, Kekhalifahan Arab, dan Kesultanan Ottoman.
Namun, istilah ini lebih sering merujuk pada wilayah geografis ketimbang
identitas nasional.
Baru pada abad ke-20, terutama setelah
berakhirnya Mandat Inggris dan berdirinya negara Israel pada 1948, kata
“Palestina” mulai mendapatkan makna politik yang kuat. Ia tak lagi sekadar nama
tempat, tetapi menjadi identitas kolektif rakyat Arab yang tinggal di wilayah
itu — terutama mereka yang terusir, terjajah, atau hidup di bawah pendudukan negara
Israel.
Dari Sejarah Romawi ke Simbol Perlawanan
Kini, “Palestina” bukan sekadar nama kuno yang
diwarisi dari masa kekaisaran Romawi. Palestrina telah menjelma menjadi simbol
perjuangan, perlawanan, dan harapan akan kemerdekaan bagi jutaan rakyat di Palestina.
Nama ini membawa warisan sejarah yang rumit lantaran mengandung makna —
perpaduan antara kolonialisme, penghapusan identitas, dan kebangkitan politik.
Sejarah juga mengajarkan bahwa sebuah nama
tidak pernah netral. Ia bisa menjadi alat penindasan, tetapi juga menjadi
bendera perlawanan. Dalam kasus Palestina, keduanya berjalan beriringan.
Referensi:
- Rollston,
Christopher. “Philistines and the Name ‘Palestine.’” Bible History
Daily, 2014.
- Schäfer,
Peter. The History of the Jews in the Greco-Roman World. Routledge,
2003.
- Masalha,
Nur. Palestine: A Four Thousand Year History. Zed Books, 2018.
Posting Komentar