#KaburAjaDulu: Sebuah Pelarian yang Perlu Dimaklumi
Oleh : Cleo malic haidar
Mahasiswa fakultas hukum, HMI Universitas Pamulang.
Dalam beberapa waktu terakhir, tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial. Tagar ini menjadi simbol dari sebuah pilihan yang kerap kali dianggap kontroversial: memilih pergi dari sebuah masalah atau tekanan sebelum menyelesaikannya. Namun, apakah keputusan untuk 'kabur'
Selalu salah? Di balik tagar ini tersimpan sebuah narasi yang patut untuk dilihat dengan lebih jernih. Banyak orang hidup dalam tekanan yang tak kasat mata-entah itu tekanan pekerjaan, lingkungan
yang toksik, atau hubungan yang melelahkan secara emosional. Dalam kondisi seperti ini, 'kabur' bisa jadi bukan tanda kelemahan, tetapi bentuk keberanian untuk menyelamatkan diri.
#KaburAjaDulu adalah seruan untuk memberi ruang kepada diri sendiri, untuk bernapas dan mereset ulang arah hidup.
Di tengah budaya yang sering memuliakan ketahanan tanpa batas, kita kerap lupa bahwa manusia juga butuh waktu untuk berhenti sejenak. Tidak semua pertempuran harus dihadapi saat itu juga. Kadang, mundur satu langkah adalah strategi untuk melompat lebih jauh. Kabur bukan berarti menyerah, tetapi memilih waktu dan tempat yang lebih tepat untuk bertarung kembali.
Tagar ini menjadi representasi dari semangat self-care generasi muda. Mereka lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental dan tidak segan mengambil jarak dari situasi yang membahayakan kesejahteraan mereka. #KaburAjaDulu bukan tentang melarikan diri selamanya, melainkan tentang
memberikan waktu untuk menyusun ulang kekuatan. Jadi, sebelum menghakimi seseorang yang memilih untuk 'kabur', mungkin kita bisa belajar untuk memahami latar belakangnya. Bisa jadi, dengan 'kabur', mereka sedang menyelamatkan diri dari kehancuran yang lebih besar. Dan itu, bukan hal yang salah.
#KaburAjaDulu: Sebuah Pelarian yang Perlu Dimaklumi
#KaburAjaDulu bukan ajakan untuk lari dari tanggung jawab, melainkan pengingat bahwa keberanian juga bisa berbentuk keputusan untuk mundur demi bertahan.
#KaburAjaDulu: Sebuah Pelarian yang Perlu Dimaklumi
Dalam beberapa waktu terakhir, tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial. Tagar ini menjadi simbol dari sebuah pilihan yang kerap kali dianggap kontroversial: memilih pergi dari sebuah masalah atau tekanan sebelum menyelesaikannya. Namun, apakah keputusan untuk
kabur selalu salah? Di balik tagar ini tersimpan sebuah narasi yang patut untuk dilihat dengan lebih jernih.
Banyak orang hidup dalam tekanan yang tak kasat mata-entah itu tekanan pekerjaan, lingkungan yang toksik, atau hubungan yang melelahkan secara emosional. Dalam kondisi seperti ini, kabur bisa jadi bukan tanda kelemahan, tetapi bentuk keberanian untuk menyelamatkan diri. Dalam
budaya yang cenderung menuntut kita untuk "kuat" sepanjang waktu, #KaburAjaDulu muncul
sebagai pengingat bahwa setiap orang punya batas dan berhak memilih keselamatan mental dan emosionalnya terlebih dahulu. Tagar ini adalah seruan untuk memberi ruang kepada diri sendiri: untuk bernapas, memulihkan luka,
dan mereset ulang arah hidup. Di tengah budaya yang sering memuliakan ketahanan tanpa batas, kita kerap lupa bahwa manusia juga butuh waktu untuk berhenti sejenak. Tidak semua pertempuran harus dihadapi saat itu juga. Kadang, mundur satu langkah adalah strategi untuk melompat lebih
jauh. Lebih dari sekadar jargon media sosial, #KaburAjaDulu mencerminkan transformasi nilai-nilai dalam generasi muda saat ini. Mereka tumbuh dengan kesadaran bahwa menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menyelesaikan tugas atau mencapai target. Mereka lebih terbuka membicarakan trauma, burnout, dan kebutuhan untuk healing. Kabur, dalam konteks ini, bukanlah pelarian kosong, tetapi bentuk perlawanan terhadap budaya yang memaksakan produktivitas tanpa jeda. Maka, sebelum menghakimi seseorang yang memilih untuk kabur, kita perlu belajar memahami latar belakangnya. Bisa jadi, dengan kabur, mereka sedang menyelamatkan diri dari kehancuran yang lebih besar. Bisa jadi, mereka sedang berusaha kembali dengan versi diri yang lebih utuh. Dan
itu, bukanlah hal yang salah-justru itu bisa menjadi tindakan paling berani yang bisa mereka ambil.
________________
Posting Komentar