Membunuh Lewat Sinyal : Mengapa Israel Begitu Mudah Menghabisi Tokoh Iran dan Proksinya
Rangkuman opini digital, 25 Juli 2027
Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan serangkaian pembunuhan tokoh penting Iran dan jejaring proksinya di Timur Tengah. Dari Jenderal Qasem Soleimani (2020) di Irak, ilmuwan nuklir Mohsen Fakhrizadeh (2020) di Iran, hingga serangan udara yang menewaskan perwira tinggi Garda Revolusi Iran di Damaskus pada 2024. Semuanya terbunuh secara presisi, cepat, dan bagi banyak pengamat — ini cara dengan "kemudahan" yang mencengangkan.
Jawaban singkatnya: karena data pergerakannya telah lama berada di tangan musuh. Karena komunikasi digitalnya terekam waktu ke waktu. Karena perangkat elektronik yang ia gunakan (ponsel), sinyal GPS, hingga kamera pengintai di jalan raya, tak lagi bisa membedakan antara alat bantu dan alat pelacak.
Sinyal sebagai Senjata
Israel adalah salah satu negara dengan kemampuan intelijen digital paling mutakhir di dunia. Unit 8200, yang setara dengan National Security Agency (NSA) di Amerika Serikat, bertugas menyadap komunikasi elektronik, menyusup ke jaringan digital lawan, dan mengelola serangan siber.
Dalam dunia spionase modern, senjata paling ampuh bukan lagi senapan atau misil, tapi sinyal dan data digital. Perangkat digital yang kita gunakan setiap hari (ponsel), smartwatch, kendaraan, bahkan CCTV kota, menjadi alat pelacak pasif. Setiap gerakan terekam, setiap percakapan tersimpan, dan setiap rutinitas dianalisis.
Dalam kasus Soleimani, misalnya, data penerbangan, log komunikasi, dan lokasi kendaraan disatukan dalam satu peta operasi. Ketika ia keluar dari bandara Baghdad, drone MQ-9 Reaper telah menunggunya di langit.
Mata di Langit, Telinga di Mana-Mana
Israel juga dikenal mengoperasikan jaringan satelit pengintai sendiri, seperti seri Ofek, yang memungkinkan pengawasan dari luar atmosfer. Selain itu, mereka kerap berbagi intelijen real-time dengan Amerika Serikat, termasuk dalam bentuk citra satelit, metadata ponsel, hingga koordinat GPS dari wilayah musuh.
Tak hanya itu, drone pengintai Israel mampu menyusup ke wilayah Suriah, Irak, dan Lebanon tanpa terdeteksi radar. Mereka bisa memotret, mengintai, bahkan menyerang dari jarak jauh. Jika diperlukan, target bisa dihabisi di mobilnya, di rumahnya, bahkan saat tengah memimpin rapat.
Kesalahan Lawan: Digital Tapi Lengah
Kesuksesan pembunuhan ini juga tak lepas dari kesalahan pihak lawan. Banyak tokoh milisi Iran dan proksinya:
- Masih menggunakan perangkat komunikasi pribadi saat menjalankan operasi militer.
- Menganggap zona “aman” seperti Damaskus atau Baghdad terlalu jauh dari jangkauan Israel.
- Jarang mengganti pola perjalanan atau identitas digital.
Dalam satu kasus, komandan milisi Syiah di Irak dibunuh hanya beberapa jam setelah pertemuan rahasia. Lokasinya diketahui dari log ponsel dan kamera jalan.
Era Pembunuhan Tanpa Jejak
Kematian kini tidak datang lewat duel senjata, tapi lewat sinyal yang mengalir di udara. Tak perlu pasukan darat. Tak perlu perang terbuka. Cukup metadata, cukup log GPS, cukup sinyal Wi-Fi dari kafe terdekat.
Kita hidup dalam zaman ketika semua orang bisa dilacak, dan ketika semua pelacakan bisa menjadi dasar untuk pembunuhan bersih dan presisi.
Ironisnya, teknologi yang awalnya dimaksudkan untuk memudahkan kehidupan justru menjadi alat penghabisan, pembunuhan paling efisien. Dalam perang data, manusia adalah sinyal yang bisa ditembak dari kejauhan.
Apakah Anda Aman?
Jika tokoh setingkat jenderal militer bisa dilacak dan dibunuh lewat pola digital, bagaimana dengan warga biasa?. Privasi bukan lagi isu personal, tapi geopolitik. Negara yang menguasai data, menguasai wilayah. Negara yang menguasai sinyal, ibaratnya menguasai hidup dan mati.
Kita mungkin bukan target rudal, tapi kita semua target pengawasan.
Timeline Pembunuhan Tokoh Iran dan Proksinya Sejak 2010
Tahun | Nama Tokoh | Jabatan | Lokasi Pembunuhan | Pelaku Diduga |
---|---|---|---|---|
2010 | Masoud Alimohammadi | Fisikawan nuklir | Teheran, Iran | Mossad (dugaan) |
2011 | Darioush Rezaeinejad | Ilmuwan nuklir | Teheran, Iran | Mossad |
2012 | Mostafa Ahmadi Roshan | Insinyur nuklir | Teheran, Iran | Mossad |
2020 (Jan) | Qasem Soleimani | Komandan IRGC-Quds Force | Baghdad, Irak | AS (dengan info Israel) |
2020 (Nov) | Mohsen Fakhrizadeh | Kepala program nuklir Iran | Absard, Iran | Mossad (robot senjata otomatis) |
2022 (Mei) | Hassan Sayyad Khodaei | Perwira IRGC | Teheran, Iran | Israel (dugaan kuat) |
2023 (Okt) | Abu Taqwa Al-Saidi | Pemimpin Kataib Hezbollah | Baghdad, Irak | Israel (serangan udara/drone) |
2024 (Apr) | Brigjen Mohammad Reza Zahedi | Komandan senior IRGC | Damaskus, Suriah | Israel (rudal presisi) |
2024 (Juni) | Wissam al-Tawil | Komandan Hizbullah | Lebanon Selatan | Israel (serangan udara) |
Catatan: Data berdasarkan laporan dari Reuters, NYT, Al Jazeera, Haaretz, dan The Guardian.
Sumber & Referensi
- The New York Times (2021): Israel’s Shadow War with Iran
- The Guardian (2020): Mohsen Fakhrizadeh assassinated
- Reuters (2020): How Israel tracked and killed top Iranian nuclear scientist
- Haaretz (2024): Inside the Israeli Airstrike That Killed Iranian Commanders in Damascus
- Al Jazeera (2024): Why Iran’s Quds Force Keeps Losing Commanders in Syria
- Buku: Ronen Bergman, Rise and Kill First (2018); Yossi Melman & Dan Raviv, Spies Against Armageddon (2014).
Posting Komentar