Kuasa Uang oleh Burhanuddin Muhtadi: Demokrasi dalam Cengkeraman Kapital

Table of Contents
Kuasa Uang - Burhanuddin Muhtadi
"Pemilu di Indonesia adalah demokrasi yang mahal. Politisi yang menang bukan yang paling bersih, tetapi yang paling mampu membayar loyalitas, menyuap struktur partai, dan membeli suara rakyat. Uang adalah bahasa universal demokrasi elektoral kita."
— Burhanuddin Muhtadi, Kuasa Uang (2019)

Intisari Buku

Buku ini merupakan hasil riset panjang tentang praktik politik uang dalam pemilu legislatif dan pilkada. Politik uang terbukti menjadi "normal baru" dalam demokrasi Indonesia, dengan biaya kampanye yang sangat tinggi dan difasilitasi oleh elite politik dan partai.

Pokok Masalah dan Temuan Utama

1. Biaya Politik Mahal sebagai Masalah Struktural

  • Pemilu langsung menciptakan kompetisi transaksional yang mahal.
  • Parpol lemah secara ideologis, kuat secara pragmatis.
  • Uang menjadi syarat utama pencalonan, bukan integritas atau program.

2. Korupsi Jabatan Publik

  • Jabatan publik diperlakukan sebagai investasi politik.
  • Praktik setoran dan uang pelicin dianggap wajar.

3. Simbiosis Politik-Bisnis

  • Pengusaha mendanai kampanye, imbalannya proyek dan konsesi SDA.
  • Pengawasan publik dilemahkan lewat kompromi politik.
  • Negara melayani oligarki, bukan rakyat.

4. Pembajakan APBN/APBD secara Terstruktur

  • Anggaran jadi sumber rente politik, bukan pembangunan.
  • Skema: markup → tender diatur → proyek dikorupsi → setoran ke elite.
  • Korupsi bersifat institusional dan melibatkan banyak level kekuasaan.

5. Demokrasi Palsu dan Kemiskinan Struktural

  • Rakyat memilih, tetapi yang berkuasa adalah pemodal.
  • Proyek salah sasaran, hanya pencitraan elite.
  • Kemiskinan direproduksi karena anggaran sosial disalahgunakan.

Dampak Jangka Panjang

Dampak Penjelasan
Legitimasi Pemerintah Publik kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin hasil jual beli suara.
Efektivitas Kebijakan Kebijakan kompromistis dan tidak berpihak pada rakyat miskin.
Polarisasi Sosial Kekecewaan menciptakan sikap sinis, apatis, hingga radikal.
Lumpuhnya Lembaga Antikorupsi KPK, BPK, dan lainnya dilemahkan karena dianggap mengganggu arus rente politik.
Siklus Korupsi Berulang Politisi baru terjebak dalam sistem yang sudah rusak sejak awal.

Kesimpulan: Mahal dan transaksionalnya biaya politik adalah akar dari korupsi sistemik di Indonesia. Selama sistem pencalonan bergantung pada uang dan partai tidak dibenahi secara struktural, korupsi akan terus berulang.

Referensi

Buku dan Studi Akademik

  1. Muhtadi, Burhanuddin. Kuasa Uang. Kompas Media, 2019.
  2. Winters, Jeffrey A. Oligarchy. Cambridge University Press, 2011.
  3. Robison & Hadiz. Reorganising Power in Indonesia. Routledge, 2004.
  4. Mietzner, Marcus. “Party Financing in Post-Soeharto Indonesia.” Contemporary Southeast Asia, 2007.
  5. Aspinall & Berenschot. Democracy for Sale. Cornell University Press, 2019.
  6. Rose-Ackerman, Susan. Corruption and Government. Cambridge UP, 1999.
  7. Buehler, Michael. “Married with Interests.” Journal of Current Southeast Asian Affairs, 2013.

Laporan Riset

  1. KPK. Laporan Kajian Biaya Politik di Indonesia, 2020. Tautan
  2. LIPI (sekarang BRIN). Biaya Politik dalam Pilkada, 2015.
  3. World Bank. Combating Corruption in Indonesia, 2003.
  4. ICW. Laporan Tren Korupsi (tahunan).

Posting Komentar