Eropa, Palestina dan Persaingan Pengaruh dengan Amerika Serikat
oleh: Lukman Hakim, aktifis buruh nasional
Resolusi Deklarasi New York, yang dirancang oleh Prancis dan Arab Saudi, disahkan dengan dukungan luar biasa dari 142 negara anggota PBB. Resolusi ini secara tegas mendukung Solusi Dua Negara (Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai dan aman) serta mengutuk serangan Hamas 7 Oktober 2023. Namun, resolusi ini ditolak oleh 10 negara; Amerika Serikat, Israel, Hongaria (Eropa), sementara 12 negara abstain.
Selain itu, KTT yang dipimpin oleh Prancis dan Arab Saudi menjadi momentum penting ketika sejumlah negara Eropa termasuk Prancis, Inggris, Portugal, Belgia, Luksemburg, Malta, Monako, dan Andorra menegaskan kembali komitmen mereka terhadap solusi dua negara, bahkan beberapa di antaranya, seperti Prancis, resmi mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Pengakuan ini menambah panjang daftar negara yang mengakui Palestina, yang kini mencapai lebih dari 150 negara anggota PBB.
Motif di Balik Solidaritas Eropa
Sekilas, sikap negara-negara Eropa ini terlihat sebagai perwujudan solidaritas moral dan kemanusiaan terhadap rakyat Palestina. Namun, jika ditelaah lebih dalam, dukungan ini tak hanya didorong oleh hati nurani, tetapi juga oleh kalkulasi geopolitik yang lebih besar, yakni rasa cemas terhadap dominasi Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah.
Situasi di lapangan menunjukkan dinamika yang kian menguntungkan Israel. Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan penyanderaan ratusan warga sipil Israel, telah menjadi "pembenaran politik" bagi Israel untuk merespons dengan serangan balasan. Kondisi terkini, Hamas berada di posisi terpojok, sebaliknya Israel semakin jauh mengendalikan wilayah Gaza.
Jika Israel berhasil menuntaskan kendalinya atas Gaza, maka Washington akan semakin kokoh menjadi pengendali tunggal politik kawasan Timur Tengah. Hubungan strategis Amerika–Israel memberi AS hak istimewa untuk menentukan arah kebijakan regional, mulai dari masalah keamanan hingga soal energi.
Kondisi inilah yang menimbulkan keresahan di Eropa. Bagi Uni Eropa dan negara-negara besar seperti Prancis, Timur Tengah merupakan kawasan vital, baik dari sisi sejarah kolonialisme maupun sumber energi. Memang, dalam dua-tiga dekade terakhir, Eropa secara perlahan kehilangan pengaruh, di sisi lain AS semakin dominan melalui kekuatan militer dan jaringan diplomasi yang erat dengan Israel.
Menegaskan Kembali Peran Eropa
Dukungan Eropa terhadap kemerdekaan Palestina, termasuk usulan Belgia dan Luksemburg untuk sanksi terhadap pemukiman ilegal Israel atau usulan Malta dan Monako untuk keanggotaan penuh Palestina di PBB, dapat dipahami sebagai upaya untuk menegaskan kembali peran signifikan Eropa dalam diplomasi global, khususnya di Timur Tengah.
Dari perspektif ini, eksistensi negara Palestina menjadi "pintu masuk" alternatif bagi Eropa dalam percaturan politik regional. Solusi dua negara memberi ruang bagi Eropa untuk tampil juga sebagai mediator dan pengawas perdamaian, sekaligus menjaga kepentingan mereka sendiri di kawasan.
Tapi apabila Israel sepenuhnya menguasai Gaza, maka panggung politik Timur-Tengah nyaris hanya tersisa bagi Amerika Serikat. Bagi Washington, Israel adalah mitra tak tergantikan, tetapi bagi Eropa, Israel dipandang sebagai sekutu yang terlalu condong ke Amerika. Oleh karena itu, Palestina menjadi kanal alternatif untuk menyeimbangkan pengaruh AS.
Inisiatif Prancis untuk memimpin proses perdamaian dan mendorong negara-negara kecil Eropa mendukung Palestina di PBB menunjukkan upaya kolektif Eropa untuk tetap relevan.
Peringatan Realitas Politik
Dukungan Eropa terhadap Palestina di SU PBB ke-80 2025 adalah cermin dari persaingan pengaruh jangka panjang antara Eropa dan AS. Posisi Palestina, mungkin saja tetap hanya menjadi pion dalam perebutan pengaruh global, sementara penderitaan rakyat Palestina semakin panjang.
Para pemimpin dunia menyadari realitas bahwa resolusi Majelis Umum PBB, betapapun didukung oleh mayoritas, dapat dengan mudah dibatalkan oleh satu VETO dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB (yang dimiliki AS). Nah, Jika serius ingin membantu Palestina, forum PBB mungkin bukanlah satu-satunya tempat, melainkan harus dicari jalur diplomasi yang lebih efektif dan mengikat secara hukum.
Posting Komentar