Israel, Hamas, dan Kemanusiaan
Oleh : Kawula Muda Cipayung, Pamulang
Serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 menyalakan kembali lingkaran kekerasan yang panjang di Timur Tengah. Israel menjawab dengan serangan besar-besaran, beralasan untuk membebaskan sandera sekaligus melumpuhkan sayap militer Hamas.
Namun, medan pertempuran Gaza bukanlah ruang terbuka. Hamas sejak lama membangun jaringan terowongan bawah tanah yang diperkirakan mencapai 400 kilometer muter-muter. Pintu-pintu rahasia ditemukan di rumah penduduk, masjid, rumah sakit, bahkan sekolah. Jaringan infrastruktur bawah tanah itu membuat pasukan Israel sulit menembus pertahanan Hamas.
Strategi Hamas mencerminkan tekad untuk bertarung habis-habisan. Tetapi konsekuensinya mengerikan. Ketika fasilitas umum dijadikan basis militer dan warga sipil digunakan sebagai perisai, maka korban tak bersenjata tidak bisa dihindari.
Inilah tragedi paling gelap dari perang ini. Garis antara kombatan dan warga sipil kabur. Israel berkeras pada dalih keamanan mereka, sementara Hamas berlindung di balik penderitaan rakyatnya. Yang menderita adalah anak-anak, perempuan, dan warga biasa yang tidak pernah memilih perang.
Konflik ini sekali lagi menunjukkan kegagalan kedua belah pihak menempatkan kemanusiaan di atas kepentingan politik. Dunia boleh bersilang pendapat tentang siapa yang benar dan salah, tetapi korban sipil tetap berbicara lebih lantang bahwa perang ini merampas martabat manusia.
Pada akhirnya, setiap ledakan bom, setiap reruntuhan bangunan, dan setiap tangisan anak di Gaza maupun di Israel adalah pengingat bahwa perang tidak pernah benar-benar dimenangkan. Yang tersisa hanyalah luka, dendam, dan kehilangan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika kemanusiaan terus diabaikan, maka masa depan hanya akan menjadi perpanjangan dari tragedi hari ini.
Wallahu alam bissawab.
Posting Komentar