Mengenal Hakikat 'Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un' - Kini dan Nanti (Bag 1)

Table of Contents

Oleh: Muzayyin Arief

Pendahuluan: Perintah Memikirkan Asal-Usul Manusia

Allah Swt. memerintahkan manusia untuk merenungkan asal-usul dirinya. Dalam Al-Qur’an ditegaskan:

“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar mengingkari pertemuan dengan Tuhannya.”
(QS Ar-Rūm [30]: 8)

Ayat ini mengingatkan bahwa penciptaan manusia bukanlah peristiwa tanpa makna. Sebaliknya, keberadaan kita terhubung dengan tujuan, masa, dan akhir yang sudah ditetapkan.


Episode 1: Awal (Asal)

Al-Qur’an berulang kali menyinggung bahwa manusia pernah berada pada titik ketiadaan, sebelum kemudian Allah menghadirkannya ke dalam wujud yang sempurna.

“Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”
(QS Al-Insān [76]: 1)

“Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, padahal sebelumnya dia belum berwujud sama sekali?”
(QS Maryam [19]: 67)

“Dan sungguh, kamu telah tahu penciptaan yang pertama, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
(QS Al-Wāqi‘ah [56]: 62)

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(QS At-Tīn [95]: 4)


Tafsir dan Renungan

Manusia pada mulanya adalah ketiadaan. Ia bukan siapa-siapa dan tidak dikenal, sampai kemudian Allah menciptakannya. Dari ketiadaan itulah manusia lahir dengan bentuk paling sempurna, diberi akal, hati, dan potensi spiritual.

Kesempurnaan ini bukan sekadar keindahan fisik, melainkan kapasitas untuk menerima amanah, menjalankan tugas sebagai khalifah, dan memahami arah hidupnya: dari Allah ia berasal, dan kepada Allah pula ia akan kembali.

Kesadaran ini menjadi pintu pertama untuk memahami kalimat yang begitu sering kita ucapkan ketika musibah menimpa:

“Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn.”

Ungkapan ini bukan sekadar doa belasungkawa, tetapi sebuah deklarasi iman yang menegaskan asal-usul dan tujuan akhir manusia: seluruh keberadaan kita adalah milik Allah, dan pada akhirnya kita akan kembali kepada-Nya.

(bersambung ke Bagian 2)

Posting Komentar