Orang Yahudi pada Masa Khilafah Ottoman Turki

Table of Contents

Penyunting : Tim redaksi

Keberadaan orang Yahudi (Bani Israel) di dunia Islam memiliki sejarah panjang sejak penaklukan Arab-Islam pada abad ke-7. Di bawah pemerintahan Islam, mereka memperoleh status dzimmi—“umat yang dilindungi”—yang menjamin keamanan hidup, harta, dan kebebasan beragama. Sebagai gantinya, mereka wajib membayar pajak (jizyah) dan tunduk pada sejumlah pembatasan sosial. Meski diskriminatif, sistem ini relatif lebih aman dibandingkan perlakuan keras dan penganiayaan yang kerap mereka alami di Eropa.

Dari Andalusia ke Ottoman

Masa keemasan Yahudi terjadi di Andalusia (Spanyol) pada abad ke-9 hingga ke-13, ketika Kekhalifahan Córdoba membuka ruang luas bagi kontribusi Yahudi dalam filsafat, kedokteran, puisi, dan perdagangan. Tokoh besar seperti Maimonides dan Yehuda Halevi lahir dari periode ini. Namun, invasi Dinasti Almohad pada abad ke-12 mengakhiri masa keemasan itu dan memaksa banyak Yahudi meninggalkan Spanyol.

Puncak pengungsian terjadi pada 1492, ketika Raja Katolik Ferdinand dan Isabella mengeluarkan Edict of Expulsion. Ratusan ribu Yahudi Sephardic terusir dari Spanyol dan Portugal. Bagi mereka, Kekaisaran Ottoman menjadi pelabuhan utama. Sultan Bayezid II menyambut para pengungsi itu, bahkan disebut-sebut mengejek Raja Ferdinand karena “mengusir harta karun dari negerinya dan mengirimkannya ke Ottoman.”

Komunitas Yahudi di Ottoman

Gelombang Yahudi Sephardic memperkaya Kekaisaran Ottoman. Mereka membawa keterampilan di bidang perdagangan, keuangan, percetakan, dan pengobatan. Beberapa kota besar pun berkembang sebagai pusat Yahudi:

  • Istanbul: pusat politik dan keagamaan Yahudi, dipimpin oleh Hakham Bashi (Kepala Rabbi) yang menjadi perantara resmi dengan Sultan.
  • Salonika (Thessaloniki): dijuluki “Yerusalem Balkan,” menjadi pusat terbesar Yahudi Sephardic dengan sinagoga, sekolah, dan percetakan yang makmur.
  • Izmir: kota dagang internasional dengan peran penting pedagang Yahudi.
  • Safed (Galilea, Palestina Ottoman): pusat mistisisme Yahudi (Kabbalah), tempat Rabbi Isaac Luria dan murid-muridnya mengembangkan tradisi spiritual berpengaruh.

Melalui sistem millet, komunitas Yahudi diberi otonomi dalam urusan agama, pendidikan, dan hukum perdata. Meski tetap warga kelas dua, stabilitas yang ditawarkan Ottoman membuat kehidupan Yahudi jauh lebih aman dibandingkan di Eropa.

Kemunduran dan Tantangan Baru

Memasuki abad ke-18 dan ke-19, posisi Yahudi di Ottoman melemah seiring kemunduran kekhalifahan, bangkitnya nasionalisme, dan campur tangan kekuatan Eropa. Sementara itu, pogrom di Rusia dan Eropa Timur mendorong imigrasi Yahudi ke Palestina, wilayah Ottoman yang kala itu masih agraris dan jarang penduduk.

Fenomena ini dikenal sebagai Aliyah pertama (1882–1903), ketika sekitar 25.000–30.000 Yahudi Ashkenazi dari Rusia dan Rumania bermigrasi ke Palestina. Gerakan Zionisme modern yang dipimpin Theodor Herzl berusaha memperoleh legitimasi politik dari Sultan Abdulhamid II. Antara 1896–1902, Herzl menawarkan bantuan finansial untuk utang luar negeri Ottoman dengan imbalan izin mendirikan tanah air Yahudi di Palestina. Namun Abdulhamid II menolak tegas dengan menyatakan Palestina adalah tanah wakaf umat Islam yang tidak bisa dijual.

Meski migrasi resmi dibatasi, kedatangan kecil-kecilan tetap berlangsung, menandai awal perubahan besar yang kelak berujung pada konflik di abad ke-20.

Penutup

Masa Ottoman bagi orang Yahudi merupakan era perlindungan relatif, stabilitas, dan kesempatan berkembang, terutama bagi komunitas Sephardic setelah pengusiran 1492. Ottoman tidak hanya memberi tempat berlindung, tetapi juga menyediakan ruang bagi perkembangan ekonomi, sosial, dan spiritual Yahudi. Namun memasuki abad ke-19, dinamika baru—nasionalisme, intervensi Barat, dan lahirnya Zionisme—menggeser posisi Yahudi dalam kekhalifahan, membuka jalan menuju persoalan modern di Tanah Suci.


Sumber Rujukan

  • Stillman, Norman A. The Jews of Arab Lands: A History and Source Book. Jewish Publication Society, 1979.
  • Lewis, Bernard. The Jews of Islam. Princeton University Press, 1984.
  • Shaw, Stanford J., & Ezel Kural Shaw. History of the Ottoman Empire and Modern Turkey. Cambridge University Press, 1977.
  • Finkel, Caroline. Osman’s Dream: The History of the Ottoman Empire. Basic Books, 2005.
  • Gerber, Haim. The Jews of the Ottoman Empire. In The Cambridge History of Turkey, Vol. 3. Cambridge University Press, 2006.
  • Laqueur, Walter. A History of Zionism. Schocken Books, 2003.

Posting Komentar