Sinai & Gaza Direbut Israel dari Mesir, Dikembalikan ke Mesir & Palestina
Rangkuman redaksi
Perebutan 1967
Dalam Perang Enam Hari, ketika negara-negara Arab berhadapan dengan Israel, pasukan Israel meraih kemenangan gemilang, merebut wilayah besar darii Mesir yakni Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza, merebut juga Tepi Barat dari Yordania dan merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah³.
Bagi Mesir, kehilangan Sinai dan Gaza bukanlah kerugian teritorial semata, tetapi juga pukulan terhadap harga diri nasional bangsa Mesir. Sejak saat itu Israel menempatkan garnisun militer dan membangun permukiman Yahudi di kedua wilayah tersebut⁴.
Mengembalikan Sinai
Setelah Perang Yom Kippur 1973, Mesir di bawah Anwar Sadat berhasil menekan Israel di medan perang. Momentum ini membuka jalan diplomasi. Dengan mediasi Presiden AS Jimmy Carter, Presiden Mesir Anwar Sadat dan PM Israel Menachem Begin menandatangani "Camp David Accords" (1978). Kesepakatan ini mencakup pengakuan Mesir atas Negara Israel dan penarikan Israel dari Semenanjung Sinai⁴.
Proses penarikan berlangsung bertahap hingga 25 April 1982, ketika pasukan terakhir Israel keluar dan seluruh permukiman Yahudi dibongkar⁵. Maka Sinai kembali sepenuhnya ke kedaulatan Mesir, dari proses ini kemudian Mesir menjadi negara Arab pertama yang berdamai dan mengakui negara Israel⁶.
Penarikan dari Gaza
Berbeda dengan Sinai, kasus di Jalur Gaza lebih rumit Sejak 1967, Israel merebut Gaza dari Mesir dan menguasai. Jalur Gaza wilayah sempit dan padat penduduk, Israel membangun 21 permukiman Yahudi⁷. Namun muncul gelombang perlawanan rakyat Palestina yang dikenal dengan Intifada Pertama (1987–1993) dan Intifada Kedua (2000–2004), menjadikan Gaza pusat konflik⁸.
Pada 2004, PM Israel Ariel Sharon mengumumkan "Dis-engagement Plan" yakni evakuasi seluruh pemukim Yahudi dan penarikan pasukan militer dari Gaza. Pada Agustus–September 2005, sekitar 8.000 pemukim Yahudi dievakuasi dari Gaza, bangunan permukiman dihancurkan, dan pasukan militer ditarik keluar dari Gaza⁸.
Secara formal Gaza diserahkan kepada Otoritas Palestina, tetapi sejak 2007 wilayah ini dikuasai penuh oleh Hamas⁹. Israel tetap mengendalikan perbatasan, udara, dan laut Gaza. Karena itu, banyak pakar menilai Gaza masih berada dalam bentuk “pendudukan tidak langsung”¹⁰.
Dua Jalan, Dua Hasil
Perbandingan Sinai dan Gaza menunjukkan dua jalan berbeda:
Sinai → dikembalikan lewat perjanjian resmi, menghasilkan stabilitas jangka panjang.
Gaza → ditinggalkan sepihak, tanpa perjanjian, menyisakan konflik berkepanjangan.
Dari sini kita belajar bahwa perebutan wilayah bisa terjadi cepat lewat perang, tetapi pengembalian yang membawa perdamaian hanya mungkin lewat diplomasi. Sinai adalah contoh keberhasilan, sementara Gaza menjadi peringatan bahwa penarikan sepihak tanpa solusi politik, hanya membuka luka baru¹¹.
Catatan Kaki
- Michael B. Oren, Six Days of War (Oxford University Press, 2002).
- Avi Shlaim, The Iron Wall (W.W. Norton, 2001).
- Jeremy Bowen, Six Days (Simon & Schuster, 2003).
- William B. Quandt, Camp David: Peacemaking and Politics (Brookings, 1986).
- Jimmy Carter, Keeping Faith (Univ. of Arkansas Press, 1995).
- Charles Enderlin, Shattered Dreams (Other Press, 2003).
- International Crisis Group, “Disengagement and After” (2005).
- BBC News, “Israel Completes Gaza Withdrawal” (12 September 2005).
- UN, Report on Israeli Disengagement from Gaza (A/60/533, 2005).
- Rashid Khalidi, The Iron Cage (Beacon Press, 2006).
- ICJ, Advisory Opinion on the Occupied Palestinian Territory (2024).
Posting Komentar