Di sebuah negeri yang kaya raya, ada kisah cinta gelap antara goodie bag dan kredit macet.
Awalnya mereka tidak saling kenal. Goodie bag, si cantik berbungkus mewah, rajin hadir di seminar, pelantikan, dan acara-acara bergengsi. Isinya macam-macam, bisa parfum, jam tangan, atau mata uang yang tidak mengenal resesi.
Sementara itu, kredit yang anak baik dari keluarga perbankan punya impian mulia, membiayai usaha rakyat, mengangkat ekonomi, menciptakan lapangan kerja.
Tapi kemudian datanglah malam gala dinner. Ada musik jazz, lampu temaram, dan meja bundar penuh relasi. Goodie bag menatap tajam ke pojok ruangan, dan di sanalah si kredit duduk sendu, penuh syarat analisa risiko.
Goodie bag mendekat, membisikkan rayuan maut.
Kenapa terlalu banyak due diligence? sayang. Cinta
itu butuh sedikit kelonggaran.
Besoknya, kredit cair. Tanpa agunan, tanpa bisnis
plan yang jelas, tanpa laporan keuangan, hanya ada fotokopi KTP dan _rekomendasi
dari atas._
Empat tahun berlalu, usaha tak jalan, laporan keuangan rekayasa, pemiliknya kabur ke Dubai naik jet pribadi. Yang tersisa? Kredit macet duduk termenung di neraca keuangan dan jadi beban APBN, disuntik restrukturisasi pakai uang rakyat.
Goodie bag? Dia masih aktif. Kini jadi langganan di gedung-gedung tinggi dan ruang-ruang rapat berkarpet tebal. Tak pernah disidang, tak pernah dituduh, karena dia hanya bungkusan. Tapi siapa sangka, di balik plastik glossy-nya, dialah penyebab banyak bencana fiskal.
Posting Komentar