Format Persidangan On Line Kasus Ijazah Palsu: Bertentangan Panca Sila?

Majeslis Hakim PN Surakarta menetapkan format persidangan daring (on line) dalam kasus dugaan ijazah palsu mantan presiden RI Joko Widodo. Putusan ini potensial bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila: 

1. Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab

  • Persidangan daring bisa melanggar prinsip keadilan, terutama jika merugikan pihak tertentu (misalnya penggugat) karena keterbatasan teknologi atau hambatan dalam menyampaikan bukti dan argumen.
  • Jika manusia (dalam hal ini penggugat) diperlakukan tidak setara dalam proses hukum karena format sidang, maka ini tidak mencerminkan "keadilan dan keadaban."

2. Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

  • Keadilan tidak hanya berarti putusan akhir, tetapi juga mencakup proses yang adil dan transparan. Jika prosesnya tertutup, terbatas, atau menghambat akses publik terhadap informasi, maka keadilan substantif tercederai.
  • Dalam konteks kasus ini, banyak rakyat Indonesia yang ingin tahu dan menilai proses hukum secara langsung. Sidang daring menghalangi hak publik untuk mengawasi, padahal pengadilan harus terbuka demi keadilan sosial.

3. Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

  • Sidang dalam perkara yang menyangkut kredibilitas dan integritas pemimpin negara, mestinya melibatkan semangat permusyawaratan yang terbuka dan partisipatif dari seluruh rakyat Indonesia.
  • Sidang daring (on line) yang membatasi partisipasi publik (masyarakat luas) bertentangan dengan semangat keterbukaan dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan persoalan publik.

Jika sidang daring (on line) ditetapkan tanpa mempertimbangkan akses yang setara, keadilan prosedural, serta hak publik atas transparansi, maka itu pelanggaran nyata terhadap nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua, keempat, dan kelima.

Dampak Buruk Format Sidang Online:

1. Keterbatasan Akses Publik dan Transparansi

  • Membatasi keterlibatan publik: Persidangan daring (on line) membatasi akses masyarakat umum dan media untuk menyaksikan proses pembuktian materi persidangan secara langsung.
  • Kecurigaan terhadap Majelis Hakim: Menggelar sidang secara online dalam kasus yang menyangkut simbol negara akan memicu kecurigaan, ada upaya menutup-nutupi fakta. Menghindari pengawasan publik.

2. Kualitas dan Efektivitas Pemeriksaan

  • Masalah teknis: Persidangan daring rentan terhadap gangguan sinyal, audio-visual yang buruk, Sulit menunjukkan dan memverifikasi dokumen secara langsung yang faktual dan otentik.
  • Sulit mengevaluasi ekspresi dan gestur: Dalam persidangan, bahasa tubuh dan ekspresi saksi atau terdakwa bisa menjadi bagian penting dalam proses penilaian. Ini menjadi sulit dilakukan dalam format daring.

3. Kerugian Bagi Pihak Pemohon atau Penggugat

  • Jika penggugat bukan pihak yang memiliki sumber daya teknologi yang memadai, maka ada risiko ketimpangan dalam menyampaikan argumen, menyodorkan bukti, atau menanggapi interupsi dari majelis hakim atau pihak tergugat.
  • Daring memperlemah posisi penggugat dalam menciptakan momentum publik dan tekanan moral terhadap pengadilan agar bersikap jujur, objektif dan profesional.

4. Preseden Buruk dalam Kasus Sensitif

  • Menetapkan sidang daring dalam kasus yang bermuatan politik tingkat tinggi bisa menjadi preseden yang berbahaya. Apapun putusan hakim, publik tetap curiga alias tidak percaya.
  • Secara umum semakin melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan, terutama dalam menangani perkara yang melibatkan pejabat negara.

5. Potensi Pelanggaran Hak atas Persidangan yang Adil

  • Bagian dari hak atas pengadilan yang adil; mencakup kehadiran langsung dalam persidangan proses yang terbuka. Namun dengan format daring akan mereduksi nilai  keadilan substantif.

6. Panca Sila Sudah Retak

Perlakuan majelis hakim yang abai terhadap nilai keadilan terhadap penggugat dan masyarakat umum adalah cerminan Panca Sila yang semakin retak. Format Sidang On Line dalam Kasus dugaan Ijazah Palsu bertentangan dengan nilai Panca Sila.
___________________

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama