Selama puluhan tahun, pemerintah Indonesia gencar menyuarakan bahwa koperasi adalah tulang punggung ekonomi rakyat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Koperasi yang tumbuh justru bukan koperasi sejati, melainkan koperasi proyek penugasan, badan usaha bergantung pada pemerintah dan mati begitu subsidi dihentikan.
Sejarah Kegagalan, Koperasi Dalam
Cengkeraman Politik
Sejak era Orde Baru, koperasi ditempatkan
sebagai pilar ketiga dalam struktur ekonomi nasional, bersama BUMN dan sektor
swasta. Sayangnya, alih-alih menjadi alat pemberdayaan rakyat, koperasi justru
digunakan sebagai alat politik setiap pemilu.
Koperasi top-down dijadikan kendaraan
distribusi proyek penugasan yang hanya menciptakan “pengusaha boneka”. Mereka
tidak bertumpu pada kekuatan pasar, apalagi solidaritas antaranggota, melainkan
pada bantuan negara yang bersifat sementara dan tidak berkelanjutan.
Ketergantungan Struktural
Membunuh Semangat Gotong Royong
Koperasi semestinya menjadi simbol
kemandirian ekonomi rakyat berbasis gotong royong. Namun yang terjadi justru
sebaliknya; koperasi bentukan negara dijalankan tanpa transparansi, tanpa
partisipasi aktif anggota, dan tanpa arah bisnis yang jelas.
Saat koperasi ini gagal, masyarakat justru
disalahkan, dianggap malas, tidak punya etos kerja, atau belum siap mandiri.
Padahal, yang keliru adalah sistemnya. Sistem koperasi top-down telah membunuh
semangat kolektif dan menciptakan budaya ketergantungan.
Kunci Koperasi Sejati;
Partisipasi Rakyat, Bukan Instruksi Negara
Koperasi yang kuat tidak lahir dari
perintah, melainkan dari inisiatif masyarakat. Ia tumbuh dari bawah, dari
masyarakat yang sadar akan kebutuhan mereka sendiri, bersatu atas dasar
kepercayaan, dan bergerak untuk tujuan bersama.
Ciri utama koperasi sejati:
- Inisiasi berasal dari anggota
- Partisipasi bersifat sukarela
- Modal berasal dari kontribusi bersama
- Tujuannya adalah keuntungan dan kesejahteraan anggota
Solusi: Peran Negara Bukan
Membentuk, Tapi Memfasilitasi
Jika pemerintah masih memaksakan
pembentukan koperasi melalui pendekatan program-program top-down, maka
kegagalan hanyalah soal waktu. Peran negara seharusnya adalah menciptakan
ekosistem; ruang gerak yang bebas, regulasi dan distribusi peluang usaha yang
adil, pendidikan ekonomi rakyat, serta dukungan kebijakan yang berpihak pada
inisiatif masyarakat lokal.
Koperasi bukan soal struktur administratif,
melainkan soal semangat gotong royong. Dan semangat itu hanya bisa tumbuh dari
kepercayaan rakyat kepada sesamanya, bukan dari tekanan birokrasi atau proyek
jangka pendek.
Posting Komentar