Jalur Gaza hari ini bukan lagi sekadar wilayah konflik, melainkan kuburan massal bagi mimpi dan kemanusiaan. Lebih dari delapan bulan berlalu sejak eskalasi terakhir, dunia menyaksikan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Rumah sakit hancur, sekolah rata dengan tanah, dan jutaan warga sipil terpaksa mengungsi berulang kali, hidup dalam kelaparan dan ancaman penyakit. Anak-anak menjadi korban utama, kehilangan masa depan mereka di tengah puing-puing.
Bantuan kemanusiaan yang seharusnya menjadi penyelamat, terus-menerus terhambat. Akses yang terbatas membuat warga Gaza menderita kelaparan yang disengaja dan kekurangan obat-obatan. Ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter internasional yang tidak bisa kita abaikan.
Di tengah situasi yang memilukan ini, dunia melihat secercah harapan
dari langkah berani beberapa negara Eropa. Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan
Slovenia telah mengambil sikap tegas dengan mengakui Negara Palestina.
Ini adalah langkah diplomatik yang sangat penting, bukan hanya simbolis, tetapi
juga penegasan bahwa rakyat Palestina memiliki hak untuk menentukan nasibnya
sendiri dan hidup dalam negara berdaulat. Langkah ini juga menjadi pengingat
bagi dunia bahwa solusi dua negara, meski kini terasa jauh, tetap menjadi
satu-satunya jalan menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan.
Sikap negara-negara ini, yang juga vokal mengkritik tindakan militer
Israel dan mendesak gencatan senjata permanen, menunjukkan bahwa nurani
kemanusiaan harus di atas segalanya. Mereka mengirimkan pesan kuat kepada
komunitas internasional, cukup sudah penderitaan di Gaza.
Kita sebagai individu dan masyarakat sipil juga punya peran. Terus
suarakan keadilan, desak pemerintah kita untuk bertindak, dan jangan pernah
lelah menyebarkan informasi yang benar tentang krisis di Gaza. Dunia tidak
boleh berpaling dari penderitaan ini. Mari terus menyerukan gencatan senjata
segera, akses bantuan tanpa hambatan, dan perlindungan penuh bagi warga sipil.
Posting Komentar